Wali Nyatoq adalah waliyullah yang sangat melegenda di Pulau Lombok, lebih-lebih dikalangan masyarakat Lombok Tengah atau tepatnya di desa Rembitan, bagian Selatan Pulau Lombok. Sebutan Wali Nyatoq dikaitkan dengan tanda-tanda kewaliannya. Nyatoq artinya “nyata” karena masyarakat sangat mempercayai bahwa Wali Nyatoq benar-benar sebagai seorang wali.
Konon wali nyatok memiliki 33 nama. Di setiap desa atau kampung yang pernah disinggahi, ia disebut dengan nama yang berbeda-beda. Salah satunya Sayyid Abdullah, gelar ini diperoleh setelah beliau meninggal dunia. Tidak ada yang tahu persis dari mana ia berasal, sebagian masyarakat mempercayainya bahwa ia berasal dari Negeri Timur Tengah karena ciri-ciri wajah dan postur tubuh yang dimiliki persis seperti dari Bangsa Arab. (Religi, 2002).
Perihal kedatangan ke Pulau Lombok tidak jelas. Berdasarkan penuturan TGH Najamuddin Ma’mun (Pengasuh PP Darul Muhajirin, Praya, Lombok Tengah) menuliskan dalam bahasa sasak tulisan Arab Melayu. Wali Nyatoq datang dari arah barat dan menamakan dirinya Raden Datang. Kisah Raden Datang seringkali dikaitkan dengan cerita Mamiq Butuh dan Inaq Butuh alias Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol. Sekitar tahun 1800-an di zaman kerajaan Karangasem yang dipimpin oleh Anak Agung Gede Djelantik dan masih menguasai Lombok. Disebutkan sebuah cerita tentang kedatangan Raden Datang yang mampir ke Pondok Mamiq Butuh yang tinggal di desa Rembitan, Pujut Lombok Tengah. Mamiq Butuh adalah seorang penggembala kerbau.
Kedatangan Raden Datang secara tiba-tiba yang sebelumnya didahului oleh kedatangan Raden Farnas. Ketika itu, Mamiq Butuh sangat bersedih dengan linangan air mata karena ditinggalkan pergi oleh Raden Farnas. Raden Farnas adalah anak angkatnya dan tinggal bersamanya selama 8 tahun, akan tetapi kemudian Raden Farnas secara tiba-tiba menghilang. Di tengah kesedihan Mamiq Butuh, tiba-tiba datanglah seorang pemuda yang sebelumnya dianggap Raden Farnas. Tetapi sebenarnya adalah Raden Datang. Setelah lama bercerita Raden Datang diperkenankan untuk tinggal bersama Mamiq Butuh dan diangkat menjadi anak angkat. Selang beberapa waktu kemudian Raden Farnas akhirnya kembali pulang. Mamiq Butuh sangat senang dan sangat terhibur hatinya berarti kini ia telah mempunyai dua anak angkat untuk membantu menggembalakan kerbaunya.
Hubungan Raden Farnas dan Raden Datang sangat dekat layaknya seorang saudara kandung. Mamiq Butuh sangat berbahagia meskipun ia tidak memiliki keturunan tetapi Allah SWT mengkaruniakannya dua orang pemuda. Kasih sayang yang diberikan kepada kedua pemuda itu layaknya seperti anak kandungnya sendiri. Keduanya terkenal sangat ulet dan rajin. Ketekunan dan kerajinan Raden Farnas dan Raden Datang dalam menggembalakan kerbau menjadi buah bibir masyarakat di desa Rembitan. Kedua pemuda itu sedikitpun tidak pernah mengeluh, teman-teman sesama penggembala sangat senang berkawan dengan keduanya. Raden farnas dan Raden Datang pun sangat menghargai teman-temannya, sikap dan tutur katanya selalu dijaga agar tidak menyinggung perasaan orang lain.
Setelah tujuh tahun bersama Mamiq Butuh, Raden Datang mengajukan permintaan kepada ayah angkatnya. Ia meminta untuk dikhitan. Permintaan tersebut disambut gembira. Bukan hanya Raden Datang yang dikhitan tetapi Raden Farnas juga ikut dikhitan. Pada hari Kamis, tanggal 12 (tidak disebutkan tahunnya) dilangsungkan acara khitanan yang sangat meriah. Berbagai acara hiburan didatangkan untuk menghibur para tamu undangan yang datang. Suguhan berbagai macam makanan serta suara tetabuhan gendang beleq, rebana terdengar bertalu-talu mengiringi kebahagiaan masyarakat Rembitan pada waktu itu. Banyak kemudian masyarakat setempat mengikuti tatacara upacara seperti yang dilakukan Mamiq Butuh.
Masuknya ajaran agama Islam yang mereka terima hanya sebatas keimanan, ajaran itupun belum terlalu sempurna, mereka menganut ajaran kepercayaan Wetu Telu dan pengaruh budaya animisme dan dinamisme yang masih kental. Adapun kemudian yang mengikuti acara khitanan seperti itu adalah Aman, Dona, Demin, Leman, Brahim, Samaq, Beruraq, Bika, dan Lembain. Mereka adalah teman dekat Raden Datang sesama penggembala kerbau. Tahun-tahun berikutnya banyak yang mengikuti tradisi tersebut.
Lima tahun setelah dikhitan, tepatnya pada hari Kamis tanggal 13 bulan Rajab. Raden Farnas dan Raden Datang mengajak teman-teman untuk bermain layang-layang di sebuah padang yaitu Lendang Batu Beleq yaitu di sebelah selatan desa Rembitan. Ketika layang-layang naik dengan kencang Raden Datang menyuruh Raden Farnas untuk memegang tali layang-layang, seketika itu juga Raden Farnas melesat ke atas bersama layang-layang. Ketika di atas Raden Farnas melihat sekumpulan orang mengelilingi kotak hitam dan mengelilinginya. Akhirnya dijawab oleh Raden Datang bahwa yang dilihat itu adalah Ka’bah dan orang yang keliling itu adalah sedang bertawaf mengelilingi Ka’bah. Kejadian inipun disaksikan secara nyata oleh teman-temannya dan apa yang dilihat adalah sama seperti yang dilihat oleh raden Farnas.
Kejadian ganjil berikutnya adalah Raden Datang menyuruh Raden Farnas untuk menunggu kerbaunya sementara ia mau pergi shalat Jum’at di Makkah dan berjanji akan membawakan teman-temannya Bagek Mekah (kurma). Tiga jam kemudian Raden Datang kembali dengan membawa sekarung kurma yang dijanjikan kepada teman-temannya. Para sahabatnya kembali terheran-heran dan menanyakan tentang Makkah, shalat Jum’at, akan tetapi Raden Datang kemudian menjelaskan secara rinci. Berita ini kemudian tersiar sampai ke pelosok desa dan kampung. Berita tentang karomah dan kewalian Raden Datang membuat masyarakat Rembitan terkagum-kagum dan mereka mulai mempercayai bahwa Raden Datang benar-benar seorang Waliyullah.
Semenjak peristiwa itu, masyarakat desa Rembitan semakin tunduk serta yakin dengan keshalehan Raden Datang. Sebagai seorang wali beliau memiliki karomah yang tinggi, kekaromahan yang sulit ditunjukkan dengan pikiran waras. Kelebihan yang diberikan oleh sang pencipta menembus batas akal pikiran sehat, logika. Masyarakat mulai mengikuti sikap dan prilaku Raden Datang yang biasa shalat Jum’at. Raden Datang kemudian mengajak masyarakat untuk membangun masjid. (Masjid tersebut terletak di sebuah Gunung di desa Rembitan).
Setelah sekian lama bersama Mamiq Butuh kesedihanpun mulai menimpa Raden Datang. Mamiq Butuh sakit-sakitan kemudian meninggal dunia. Selang tujuh tahun kemudian Inaq Butuh pun meninggal dunia. Belum kering air mata kesedihan Raden Datang, tujuh tahun kemudian Raden Farnas menyusul. Hari-hari dilalui seperti biasanya menggembala kerbau bersama teman-temannya.
Pada suatu ketika Raden Datang menunjukkan gelagat yang aneh. Ia menggali lubang. Prilaku ini menimbulkan keheranan bagi teman-temannya. Ia berpesan “lakukanlah apa yang menjadi pekerjaan kalian. Aku hanya ingin istirahat dalam lubang tanah ini”. Iapun masuk ke dalam lubang, sampai tiga kali teman-temannya memeriksanya tetapi ia masih terlihat sedang tertidur. Tetapi keempat kalinya setelah waktu Isya. Raden datang menghilang dari tempat pembaringannya. Masyarakat Rembitan sangat sedih dengan berita menghilangnya Raden Datang. Karomah dan kewaliannya betul-betul nyata sehingga disebut “Wali Nyatoq”
Sumber:
Lombok Cyber4RT, Wali Nyatoq Cerita Rakyat dari Lombok
Post a Comment Blogger Disqus