Mistikus Cinta

0
Mursyid Ke 21

Syekh Muhammad az-Zahid qaddasa-l-Lahu sirrah

"Keburukkanku adalah aku tidak lagi peduli dengan keburukkanku.
O Memperbaiki keburukkanku - itu adalah Engkau Siapa keburukkanku.
Untuk sementara waktu, aku bertobat; tapi karena aku mengenalmu,
Pertobatanku tersesat di dalam Engkau. Engkau mendekat sekarang seperti Engkau semakin jauh.
Kapan penantian akan datang?"

Abu Bakr ash-Shibli.


Ia adalah Kesempurnaannya Orang-Orang yang Saleh, Kejeniusannya para Mursyid dan Intinya Kewalian. Padanya tercurah al-Khilafa al-Rabbaniyyah, dan Kerajaan Spiritual adalah naungannya. Ia menggabungkan Ilmu Surgawi dengan Ilmu Syari`ah di dalam dirinya, dan ia menggenggam tarekat dan hakikat terbaik, sampai ia menjadi lokus bagi semua Wahyu dan Ilham Spiritual. Di dalam dirinya muncul Ilmu dari para Arifiin. Ia terkenal sebagai Orang yang Unik dalam Ilmunya dan dalam Menggunakan Kalam. Di dalam kalbunya ia membawa rahasia yang mempunyai daya tarik bagi kalbu manusia. Segala puji bagi Allah yang telah menanamkan Wahyu Surgawi di dalam dirinya, dan Yang memberikan Keramat di dalam setiap masalah yang penting. Dia menghiasi dirinya dengan Cahaya Sempurna Sayyidina Muhammad (s) pada awal kenaikannya menuju Maqam Ilmu Spiritual. Ia adalah Rahasia Syekhnya, Qiblat bagi para pengikut Syekhnya, dan Pewaris Ilmu Syekhnya.

Ia menulis sebuah kitab yang dinamakan Silsilat al-`Arifiin wa Tadzkirat ash- Shiddiqiin yang mengenai penanda spiritual Syekhnya, Syekh `Ubaydullah (q). Di dalamnya ia mengatakan,

“Aku berkhidmah pada Syekhku selama 12 tahun sampai beliau wafat, yaitu sejak 883 hingga 895 H. Latar belakang hubungan dan bay’atku kepadanya berawal dari suatu hari di mana aku pergi dengan sahabatku, Syekh Ni`matullah dari Samarqand menuju Herat untuk melanjutkan sekolah kami. Ketika kami sampai di desa Syadiman, kami tinggal selama beberapa hari di sana untuk beristirahat karena saat itu sedang musim panas. Suatu hari Syekh `Ubaidullah al-Ahrar (q) datang ke kota yang sama, dan kami menemuinya pada saat `Ashar.

Beliau bertanya kepadaku darimana aku berasal. Aku berkata, ‘Dari Samarqand.’ Beliau berbicara kepada kami dengan penuh adab. Melalui ucapannya, beliau membuka masalah-masalah pribadi yang ada di dalam hatiku, satu demi satu, hingga beliau mengatakan mengapa aku pergi ke Herat. Itu sangat luar biasa sehingga membuat hatiku tersambung kepadanya. Beliau berkata kepadaku, ‘Jika tujuanmu adalah untuk menuntut ilmu, kau dapat menemukannya di sini, tidak perlu pergi ke Herat.’ Aku akui bahwa setiap gosip kecil dan inspirasi yang ada di dalam kalbuku terbuka baginya bagaikan halaman-halaman sebuah buku; namun demikian aku masih berniat untuk pergi ke Herat.

Salah satu pengikutnya yang tidak senang dengan niatku berkata, ‘Syekh sedang sibuk menulis, kau boleh pergi.’ Aku tidak pergi, tetapi menunggu sampai Syekh kembali muncul. Akhirnya Syekh kembali dan berkata kepadaku, ‘Sekarang ceritakan kisahmu yang sebenaranya. Mengapa kau ingin pergi ke Herat? Apakah kau ingin mencari jalur spiritual atau kau ingin menuntut ilmu eksternal (ilmu duniawi)’ Temanku menjawab mewakiliku, ‘Ia mencari ilmu spiritual, tetapi ia mengejar ilmu eksternal sebagai pembungkusnya.’ Beliau berkata, ‘Jika seperti itu, bagus.’ Kemudian beliau membawaku ke sebuah taman pribadi dan kami berjalan bersama sampai kami lenyap dari pandangan orang-orang. Beliau menggandeng tanganku dan aku segera mengalami keadaan fana’ yang panjang. Aku memahami bahwa beliau menghubungkan aku dengan Syekhnya dan dari Syekhnya kepada Syekh seterusnya hingga kepada Nabi (s) dan dari Nabi (s) kepada Allah (swt).

Ia lalu mengatakan kepadaku bahwa aku akan mampu membaca dan mamahami tulisannya. Beliau membungkusnya dan memberikannya kepadaku sambil mengatakan bahwa di dalamnya teradapat hakikat ibadah melalui ketaatan, kesalehan dan ketawadukan. Melalui manuskrip ini, jika engkau mengikutinya, kau akan menyadari suatu penglihatan Allah (swt).

Jalan ini adalah berdasarkan cinta kepada Allah, yang berdasarkan pada Sunnah Nabi (s), yaitu mengikuti jejaknya. Nabi (s) bersabda, ‘Kalian harus mengikuti jalanku dan jalan para khalifah setelahku.’ Untuk ini kau harus berkumpul bersama ulama-ulama yang saleh yang merupakan para pewaris Ilmu Agama dan Pewaris Ilmu Surgawi; Pewaris Ilmu Gaib dan Ilmu Sifatullah; Pewaris Cinta Hadratillah. Dengan berkumpul bersama mereka kau akan dibimbing untuk mewujudkan Ilmu Ilahi dan untuk mengikuti jalan Nabi (s) yang murni.

Kau harus menjauhi ulama yang korup, yang menggunakan agama sebagai jalan untuk mengumpulkan kesenangan duniawi dan mendapatkan ketenaran dan jabatan. Hindari Sufi-Sufi yang Menari; mereka bagaikan anak-anak, tidak bertanggung jawab. Jangan dengarkan orang yang berbicara tanpa pemahaman mengenai segala hal yang tidak masuk akal, mengenai halal dan haram tanpa pernah berbicara mengenai pentingnya tidak menyimpang dari Akidah Ahl as-Sunnah wal-Jama`ah.

Jangan dengarkan argumen para filsuf dan orang-orang yang tidak mengerti tentang tasawuf kecuali hanya namanya saja, namun berpura-pura sebagai Sufi. Wahai anakku, semoga Allah menyambutmu dengan salam Islam.

Beliau kemudian kembali ke majelisnya, membacakan Fatihah untukku dan mengizinkan aku untuk pergi ke Herat. Aku lalu meninggalkan hadiratnya dan mengarahkan langkahku ke Bukhara. Beliau mengutus seseorang kepadaku, membawakan sebuah surat untuk Syekh Kallan, putra Mawlana Sa`d ad-din al-Kashgari. Di dalam surat itu tertulis, ‘Kau harus merawat putraku yang membawa suratku ini dan menjaganya dari ulama-ulama yang buruk.’ Ketika aku melihat isyarat baik darinya, cintaku terhadapnya tertanam dalam kalbuku. Tetapi aku tidak kembali kepadanya, namun tetap melanjutkan perjalan ke Herat.

Jalan menuju Bukhara memakan waktu yang lama, karena tungganganku lemah. Aku harus berhenti setiap satu atau dua mil. Aku telah menempuh perjalanan dengan enam keledai ketika akhirnya tiba di Bukhara. Ketika aku tiba mataku sakit sehingga aku tidak dapat melihat selama beberapa hari. Ketika kondisiku membaik dan aku mempersiapkan diri untuk berangkat ke Herat, aku mengalami demam yang tinggi. Aku merasa sangat sakit sampai terpikir olehku bahwa jika aku melanjutkan perjalananku, mungkin aku akan mati. Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan kemudian kembali untuk berkhidmah kepada Syekh.

Setelah aku sampai di Tashkent, aku memutuskan untuk mengunjungi Syekh Ilyas al-`Asyaqi. Aku meninggalkan buku-bukuku, pakaianku, dan tungganganku pada seseorang. Salah satu pembantu Syekh `Ubaydullah (q) melihatku di jalan. Aku berkata, ‘Mari kita mengunjungi Syekh.’ Ia berkata, ‘Di mana tungganganmu? Bawalah ke rumahku setelah itu baru kita pergi.’ Ketika aku akan mengambil tungganganku itu sebuah suara datang kepadaku, ‘Hewan tungganganmu sudah mati dan semua barang yang ada di sana sudah hilang.’ Aku menjadi sangat bingung. Aku menyadari bahwa Syekh tidak senang dengan rencanaku mengunjungi Syekh Ilyas. Suatu pikiran terlintas di dalam hatiku, ‘Lihatlah bagaimana Syekh telah mengarahkan semua kekuatannya untuk mengangkatku sementara aku memutuskan untuk mendatangi orang lain.’ Aku memutuskan untuk tidak mengunjungi Syekh Ilyas al-`Asyaqi tetapi langsung mendatangi Syekh `Ubaidullah al-Ahrar. Ketika hal ini masuk ke dalam hatiku, seorang pria mendatangiku dan berkata, ‘Kami menemukan hewan tungganganmu beserta barang-barangmu di sana.’ Aku mendatangi orang yang kutitipkan hewan dan barang-barangku padanya dan ia berkata kepadaku, ‘Aku mengikat hewan tungganganmu di sini, tetapi ketika aku melihatnya kembali ia telah lenyap. Aku lalu mencarinya ke mana-mana. Seolah-olah bumi telah menelannya. Kemudian aku kembali lagi, ternyata aku menemukannya di sana, tepat di tempat aku mengikatnya semula.’ Aku lalu mengambil hewan itu dan pergi menuju Samarqand untuk menemui Syekh `Ubaidullah al-Ahrar (q). Ketika aku tiba, beliau keluar menyambutku, ‘Selamat datang, selamat datang.’ Aku tinggal bersama Syekh dan tidak pernah meninggalkannya lagi sampai akhir hayatnya.

Ia mempunyai keyakinan yang sempurna. Ia menerima apapun yang dikatakan oleh Syekhnya dan tidak ada yang dapat mengubah keyakinannya itu. Ia berkata,

Syekhku sering berbicara mengenai spiritualitas dan ilmu rahasia. Beliau selalu mengarahkan bicaranya kepadaku dan bertanya kepadaku, ‘Ketika kau mendengarku berbicara tentang Hakikat Ilahiah, apakah hal itu menimbulkan konflik terkait dengan keyakinan yang kau dapat dari orang tuamu atau gurumu?’ Aku berkata, ‘Tidak wahai Syekhku.’ Beliau berkata, ‘Kalau begitu engkau adalah orang yang dapat kami ajak bicara.’

Suatu hari Syekhku sakit dan beliau memintaku untuk memanggil seorang dokter dari Herat. Mawlana Qassim datang kepadaku dan berkata, ‘Wahai Muhammad, lakukan perjalananmu dengan cepat karena Syekh tidak tahan untuk sakit yang lama.’ Aku lalu menempuh perjalanan dengan cepat dan kembali dengan seorang dokter tetapi aku mendapati Syekh dalam keadaan sehat, sementara Mawlana Qassim telah wafat. Perjalananku memakan waktu tiga puluh lima hari. Aku bertanya kepada Syekhku, ‘Bagaimana Mawlana Qassim wafat padahal beliau masih muda?’ Beliau berkata, ‘Ketika kau pergi Mawlana Qassim mendatangiku dan berkata, ‘Aku memberikan hidupku untukmu.’ Aku berkata padanya, ‘Wahai anakku, jangan lakukan itu, karena begitu banyak orang yang mencintaimu.’ Ia berkata, ‘Wahai Syekhku, aku datang ke sini bukan untuk berkonsultasi padamu. Aku telah mengambil keputusan dan Allah telah menerimanya dariku.’ Apapun yang kukatakan, aku tidak bisa mengubah keputusannya. Hari berikutnya ia menjadi sakit dan penyakit yang sama denganku, yang terefleksi padanya. Ia wafat pada tanggal 6 Rabi’ul Awwal dan dengan cepat aku menjadi pulih tanpa memerlukan seorang dokter.’”

Syekh Muhammad az-Zahid wafat pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 926 H/1520 M. di Samarqand. Ia meneruskan rahasianya kepada keponakannya, Syekh Darwisy Muhammad as-Samarqandi (q). (http://www.naqshbandi.org/golden-chain/the-chain/muhammad-az-zahid-qaddasa-l-lahu-sirrah/)

Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Syekh Muhammad az-Zahid | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top