Mistikus Cinta

0



Prabu Kian Santang atau Raden Sangara atau Syekh Sunan Rohmat Suci adalah putra Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran.

Ketika dewasa, ia belajar agama Islam di Mekkah dan mengubah namanya menjadi Galantrang Setra.

Meski berbeda keyakinan dengan sang ayah yang memeluk Hindu, Kian Santang tetap menjadi penyebar agama Islam di wilayah Pajajaran.

Kehidupan awal

Raden Kian Santang lahir pada sekitar abad ke-15 dan merupakan anak Prabu Siliwangi dari istrinya yang bernama Nyai Subang Larang.

Ia memiliki dua saudara kandung yang bernama Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana (pendiri Kerajaan Cirebon) dan Rara Santang (ibu Sunan Gunung Jati).

Sejak kecil hingga remaja, Kian Santang dilatih ilmu bela diri hingga tumbuh menjadi sosok ksatria Pajajaran.

Ketika sudah mahir dalam bela diri, Kian Santang mengisi waktunya dengan berburu ke hutan. Ia pun mudah untuk mendapatkan hewan buruan menggunakan panahnya.

Hal itu membuat Prabu Siliwangi sangat bangga dan mengangkatnya menjadi senopati Pajajaran.

Kian Santang pun tumbuh menjadi ksatria yang gagah perkasa dan tidak ada yang bisa mengalahkannya.

Bertemu Sayyidina Ali bin Abi Thalib

Selama hidup di istana, Kian Santang serba kecukupan, tetapi merasa kurang mengenal jati dirinya. Ia juga merasa jenuh karena tidak ada satu pun ksatria yang mampu mengalahkannya.

Konon, Kian Santang kemudian mendatangi peramal untuk mengetahui lawan tangguh yang dapat menandinginya.

Ia diberikan petunjuk bahwa orang yang dapat menandinginya adalah Sayyidina Ali dari Tanah Arab.

Sebetulnya Sayyidina Ali hidup pada abad ke-7 dan telah wafat saat itu, tetapi mereka dapat dipertemukan secara goib dengan kekuasaan Allah.

Selain itu, Kian Santang harus melakoni dua syarat agar dapat bertemu Sayyidina Ali, yaitu melakukan semedi di ujung kulon dan mengganti namanya menjadi Galantrang Setra (Galantrang berarti berani dan Setra berarti bersih atau suci).

Setelah melakoni dua syarat tersebut, Kian Santang segera melakukan perjalanan ke Arab untuk menemui Sayyidina Ali. 

Sesampainya di Mekkah, ia bertemu seseorang dan kemudian menanyakan keberadaan Sayyidina Ali.

Orang tersebut mau memberi tahu keberadaan Sayyidina Ali, asalkan Kian Santang mau mengambil tongkatnya yang ditancapkan di tanah.

Tidak disangka, Kian Santang kesulitan mencabut tongkat itu hingga keluar darah dari seluruh tubuhnya ketika berupaya untuk menyelesaikan tugas yang dianggap sangat mudah.

Belakangan diketahui, sosok yang menancapkan tongkat itu adalah Sayyidina Ali.

Masuk Islam

Setelah pertemuannya dengan Sayyidina Ali, Kian Santang memutuskan untuk menetap di Mekkah dan berlajar agama Islam di sana.

Kian Santang menetap cukup lama guna belajar dan memahami agama Islam. Setelah itu, ia memutuskan untuk kembali ke Pajajaran.

Sesampainya di Pajajaran, ia menemui sang ayah dan kerabatnya untuk menceritakan pengalamannya selama mengembara ke Tanah Arab.

Kian Santang kemudian mengajak Prabu Siliwangi untuk memeluk Islam, begitu juga dengan rakyat Pajajaran, tetapi ditolak.

Menyebarkan agama Islam

Meski ajakannya ditolak oleh Prabu Siliwangi, Raden Kian Santang tetap menyebarkan agama Islam di pelosok Pasundan.

Pada awalnya, ia menyebarkan agama Islam di Limbangan, kemudian sampai ke Garut dan pesisir utara Pantai Jawa.

Dalam perjalanannya, Kian Santang mengubah namanya menjadi Syekh Sunan Rohmat Suci. Ia pun pergi ke Galuh dan berhasil mengislamkan Raja Galuh Pakuwon di Limbangan, yang dikenal memiliki nama Sunan Pancer.

Berkat Sunan Pancer, agama Islam bisa tersebar luas dan berkembang di daerah Galuh Pakuwon.

Sejak penguasa lokal banyak yang menjadi umat Muslim, ajaran Islam menjadi berkembang di hampir seluruh wilayah Priangan.

Wafat

Setelah berhasil mengislamkan hampir seluruh Priangan, Raden Kian Santang memilih menetap di daerah sekitar Garut.

Di tempat itulah, ia menyebarkan agama Islam dan menjadi guru syariat hingga akhir hayatnya.

Tidak diketahui kapan Raden Kian Santang meninggal, tetapi masyarakat lokal menyakini makamnya terletak di lereng Gunung Karacak, yang berada di Kecamatan Karangpawitan, Kota Garut.

Referensi: Kusdiana, Ading. (2014). Sejarah Pesantren: Jejak, Penyebaram, dan Jaringannya di Wilayah Priangan (1800-1945). Bandung: Humaniora.

Makam Godog adalah makam yang terletak di lereng Gunung Karacak, tepatnya di Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan, Garut. Makam ini dipercaya sebagai makam Prabu Kian Santang, anak Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Informasi mengenai keberadaan makam Godog sebagai makan Kian Santang terdapat dalam beberapa naskah Sunda lama. Di antaranya Babad Godog, Babad Pasundan, dan Wawacan Prabu Kian Santang Aji. Dalam naskah-naskah tersebut diceritakan bahwa Kian Santang adalah putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Setelah memeluk Islam di Mekah, namanya berubah menjadi Sunan Rohmat. Karena setelah wafat dimakamkan di Godog, tokoh ini juga disebut Sunan Godog.

Kini makam Godog banyak didatangi penziarah. Oleh sebagian orang makam ini memang sangat dikeramatkan, karena Kian Santang sering disejajarkan dengan para wali yang berjasa dalam penyebaran Islam di pulau Jawa. Mereka yang datang bukan hanya dari wilayah Tatar Sunda saja, tetapi banyak pula yang datang dari luar Jawa.

 



Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Prabu Kian Santang (Syekh Sunan Rohmat Suci / Sunan Godog) | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

Post a Comment

 
Top