RELA DIHUKUM MATI UNTUK SELAMATKAN IBUNYA
Sayyid Iskandar bin Sayyid Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman bin Sayyid Abdurrahman Basyaiban, yang sebagian jasadnya di makamkan di komplek pemakaman Sunan Bungkul ini mempunyai 5 bersaudara yakni:
Basyaiban adalah gelar warga Habib keturunan Sayid Abu Bakar Syaiban, (seorang Ulama terkemuka di Tarim, Hadramaut - Yaman, sebuah perkampungan yang masyhur sebagai gudangnya para wali dan auliya' Allah)
Diantara putra-putra Sayyid Ali Akbar, Sayyid Iskandarlah yang paling unik perjalanan hidupnya. beliau sangat sayang pada ibundanya hingga nyawa sebagai taruhan demi ibundanya.
Setelah kelahiran adik beliau yaitu Sayyid Ali Ashghor, beliau meneruskan perjuangannya dalam melawan penjajahan Belanda. seperti ayahandanya yang dulu yakni sangat merepotkan pihak kolonial Belanda, Sayyid Iskandar pun juga tak kalah merepotkan mereka. Beliau itu orangnya tinggi besar berkulit putih dan penyabar sesungguhnya. Tak banyak bicara, sangat ‘alim, zuhud dan wara’. Terkenal dengan ahli ilmu alat (nahwu, sharaf). berwajah Jawa-Arab. Namun meski penyabar, jika sudah berhadapan dengan penjajah Belanda yang dholim, maka tak ada ampun lagi. Beliau lebih suka melawan Belanda tanpa harus melibatkan keluarganya. Tidak saudaranya juga tidak para santri-santrinya yang berada di Ndresmo. Beliau selalu tahu kapan ada rombongan Belanda yang akan melewati jalan yang beliau kuasai. Maka tak pernah ada satu orang Belanda pun kala itu yang bisa menghadapi beliau. Senjata apapun yang dibuat melawan beliau hampir dipastikan tak ada artinya.
Ada kelebihan dari beliau yang sudah bukan rahasia lagi. Beliau sangat cepat dalam bergerak. Jika orang biasa menempuh perjalanan dengan sejam, maka beliau sampai dalam waktu sangat sebentar. Beliau pernah membuat mata para Belanda tak bisa melihat pesantren ayahandanya yang ada di Ndresmo. Seakan pesantren itu hilang dan musnah. Ada lagi yang beliau punya yaitu ilmu semacam rawerontek (bila tubuhnya dipotong maka kembali nyambung lagi). Nah jadi hanya seorang Sayyid Iskandar saja, sudah membuat para tentara Belanda kalang kabut. Kalaupun tertangkap, itu hanya semata-mata unsur kesengajaan dari beliau sendiri agar bisa semakin banyak yang beliau hadapi, dan itupun sudah menjadi strategi perang gerilya beliau untuk membantu mempermudah penyerangan para pejuang lain seperti pamannya Sayyid Baqer.
Meski banyak hal dan tugas yang beliau hadapi, namun beliau masih sering menyempatkan diri untuk pulang ke rumah yang saat itu ibundanya masih di Sidoarjo bersama adik paling kecilnya Sayyid Ali Ashghor. beliau dengan telaten ikut membantu ibundanya dalam mendidik Sayyid Ali Ashghor dalam hal ilmu agamanya. Jika sudah selesai, maka beliau berjuang lagi seperti biasanya. beliau jarang ke desanya sendiri, Ndresmo. Itu semata-mata agar desa suci itu tak dilibatkan oleh para penjajah dan para santripun bisa belajar dengan tenang. Makanya jika menyerang Belanda beliau mencari tempat yang jauh dari di Ndresmo.
Pihak Belanda sangat marah sekali karena cuma seorang saja kok bisa membunuh para tentaranya sangat banyak. Dan apalagi kebiasaan Sayyid Iskandar adalah, jika habis melawan rombongan tentara Belanda dan berhasil membunuh semuanya, maka beliau ambil senjata mereka. lalu beliau menyerahkan seluruh senjata-senjata itu pada seseorang yang berbadan gemuk penjual kue yang biasa disebut ‘Mbah Edhor’(makamnya juga disekitar makam beliau). Oleh Mbah Edhor senjata-senjata itu dibagi-bagikan ke para pejuang yang dipimpin paman Sayyid Iskandar sendiri yaitu Sayyid Baqer didaerah Geluran Surabaya.
Kemarahan Belanda sudah memuncak. Maka segera mereka membuat sayembara barang siapa yang bisa membunuh Sayyid Iskandar akan diberikan sebidang tanah dan uang. Banyak yang mendaftar, namun tak ada satupun yang bisa mengalahkan beliau. Hingga akhirnya tersebutlah seorang pribumi sendiri yang kebetulan sangat mengenal beliau. Dia sangat menginginkan hadiah itu. Dia cuma bisa memberitahukan kelemahan Sayyid Iskandar. mendengar akan hal itu, para Belanda sangat antusias mendengarnya. Orang pribumi (Jawa) itu mengatakan:
”Untuk membunuh beliau memang sulit. Tak ada yang tahu kelemahan kesaktian beliau. Hanya satu yang saya tahu, beliau itu sangat sayang dan menghormati ibundanya. tangkap ibunya! pasti beliau akan menyerahkan diri.”
Namun usul itu masih membuat orang-orang Belanda masih ragu. Mana mungkin mereka bisa menangkap ibunda Sayyid Iskandar, sedang beliau sedang dalam perlindungan Sayyid Imam Asy’ari Singonoto di Sidoarjo desa Singkil (jika tidak salah nama desanya). Sedangkan pemerintah Belanda yang berada di Sidoarjo saja sudah cukup dibikin repot juga dengan kesaktian Sayyid Imam tersebut. Akhirnya orang pribumi yang membuat usul tadi berjanji akan mengajak Sayyid Imam keluar dari rumahnya dengan tipu dayanya. Sebab dia sudah kenal baik dan sering bertemu dengan Sayyid Imam itu.
Singkat kisah, dengan tipu daya yang sangat halus akhirnya orang pribumi itu berhasil mengajak Sayyid Imam keluar (entah alasan apa yang dia pakai). Maka para tentara Belanda berhasil menahan ibu Sayyid Iskandar. Bagaimana dengan Sayyid Ali Ashghor? saat itu beliau tak berada dirumah. Sedang bermain seperti layaknya anak kecil lainnya. semua Allah yang mengaturnya.
Mendengar ibundanya ditangkap, Sayyid Iskandar sangat marah sekali. Namun karena ancaman Belanda yang akan membunuh ibundanya jika tak menyerahkan diri, maka beliau segera berangkat untuk menyerahkan diri. Dihadapan para pemerintah Belanda beliau rela menyerahkan diri dan dihukum mati asal ibundanya dibebaskan. Dan satu sYarat lagi yang beliau sampaikan pada Belanda, yaitu semua syarat yang pernah ayahanda beliau (Sayyid Ali Akbar) ajukan pada kolonial Belanda agar ditepati.
Pemerintah kolonial Belanda menerima syarat yang diajukan beliau hanya di depan beliau saja. Sekedar tipuan maksudnya. Maka segera beliau di eksekusi mati. Namun sebelum di eksekusi mati, orang pribumi yang berkhianat tadi menambah informasi yang dia tahu tentang Sayyid Iskandar. Bahwa setelah ditembak, tubuh beliau harus dipotong menjadi dua dan dikuburkan di dua tempat. Maka informasi itu pun diterima baik oleh pihak Belanda. Eksekusi-pun dilaksanakan. Namun tak ada satu senjata pun yang mampu menembusnya. Berkali-kali mereka muntahkan peluru, namun tak membuat beliau luka. Sampai akhirnya Sayyid Iskandar berkata:
”Kalian akan bisa membunuhku jika kalian berjanji lagi melaksanakan semua tuntutan dan perjanjian yang kita sepakati.”
Akhirnya Belanda berjanji untuk itu. Dan beliaupun wafat. Lalu tubuh beliau dipotong menjadi dua bagian dan dikuburkan di dua tempat yang berbeda.
Dasar memang Belanda si tukang tipu. Setelah berhasil membunuh Sayyid Iskandar, mereka mengingkari janji yang telah disepakati. ibunda Sayyid Iskandar tak dibebaskan. Malah berencana dipakai umpan untuk menangkap pejuang-pejuang lainnya dari keturunan Sayyid Ali Akbar. Sebenarnya orang pribumi yang berkhianat tadi sudah mengingatkan pemerintah Belanda agar segera menepati janji mereka pada Sayyid Iskandar. tapi mereka malah tertawa dan tak menghiraukannya.
”Buat apa menuruti janji pada orang yang sudah mati?.” Begitu kata mereka.
Tiga hari telah berlalu namun pihak Belanda tak kunjung membebaskan ibunda Sayyid Iskandar. Akhirnya terjadilah suatu hal yang menghebohkan. Ternyata suatu hari Sayyid Iskandar hidup lagi dan memporak-porandakan pasukan Belanda di segala tempat. Beliau langsung ke tempat markas dimana ibundanya ditahan.
”Sekali lagi saya katakan, sampai kapanpun jika kalian mengingkari janji kalian, maka aku akan menghabiskan kalian semua.”
Ancam beliau dihadapan para pemimpin pemerintah kolonial Belanda. Jelas hal itu membuat para tentara Belanda ketakutan. Itu adalah hal yang mustahil terjadi menurut mereka. Gimana engga’? wong tadinya sudah dibunuh dan dikuburkan kok sekarang muncul lagi?. Maka akhirnya para tentara Belanda membebaskan dan mengantarkan pulang ibunda beliau langsung dirumah beliau yang asal, yaitu desa Ndresmo.
Setelah itu Sayyid Iskandar di eksekusi lagi dan dipotong lagi tubuhnya menjadi 2 bagian. Yang satu bagian dikuburkan di Bungkul dan yang satunya lagi atas perintah beliau didaerah Koanyar Madura dipesisir pantai.
Setelah itu pemerintah kolonial Belanda tak berani lagi mengingkari janjinya pada Sayyid Ali Akbar dan Sayyid Iskandar, putranya.
Post a Comment Blogger Disqus
Post a Comment