Orang-orang beriman yang menunaikan shalat, membaca shalawat, dan berpuasa, mereka yang melakukan perjalanan menuju Makrifat, mereka berada dalam Thariqah. Sebagaimana Allah SWT tidak memiliki sekutu di dunia maupun di akhirat, dan begitu pula Nabi ﷺ tidak memiliki kesamaan dengan siapa pun di dunia maupun di akhirat, maka orang-orang yang berada dalam Thariqah tadi, nanti di Hari Kiamat, mereka, dengan kelompok mereka, tidak akan memiliki kesamaan dengan orang-orang lainnya. Artinya, orang-orang biasa tidak akan mendapatkan apa yang Allah SWT akan anugerahkan kepada para salik Thariqah ini. Apa yang akan Allah karuniakan kepada mereka “maa laa `aynun ra’at walaa udzunun sami`at wa laa khatara `ala qalbi bashar” - “apa-apa yang tidak pernah terlihat sebelumnya dengan mata siapa pun, tidak pernah terdengar sebelumnya oleh telinga siapa pun, dan tidak pernah terlintas ke dalam hati manusia siapa pun sebelumnya.”
Semua yang dijelaskan dalam hadist Nabi ﷺ, juga semua yang dijelaskan dalam Al Quran Suci (tentang surga dan pahala, red), akan diberikan kepada orang-orang kebanyakan (awam) dari Ummat Nabi ﷺ. Sedangkan bagi mereka yang mengikuti Thariqah ini, jalan ruhaniah ini bersama dengan 5 Rukun Islam mereka, serta dengan Maqamul Ihsan dan Maqamul Imaan, balasan dan karunia Allah bagi mereka tidak akan disamai oleh siapapun lainnya. Allah SWT akan menganugerahkan kepada mereka suatu Surga istimewa, di mana Allah SWT akan menampakkan Diri-Nya di hadapan mereka.
Mereka akan menyaksikan-Nya dengan mata kepala mereka. Dan Allah SWT akan mewujudkan Nama-nama Indah-Nya (Al-Asma’ul Husna), 99 Nama-nama pada diri mereka dan kemudian Dia SWT akan mengirimkan mereka ke orang-orang awam, ke Surga-surga yang berpenghuni Ummat awam, kepada bagian Ummat lainnya, dengan membawa manifestasi Asma’-Nya yang telah meliputi diri mereka, hingga orang-orang berpikir bahwa Allah tengah muncul di hadapan mereka di Surga! Padahal penampakan itu bukanlah Allah SWT. Surga tidak mampu menampung Cahaya Allah, tidak mampu menampung Kehadiran Allah SWT di dalamnya.
Karena sesuai dengan hadits Nabi ﷺ, bahwa orang-orang akan melihat Allah yang akan men-tajalli-kan Diri-Nya di Surga-surga, dan di Surga-surga inilah mereka akan melihat-Nya. Itu adalah Hadits sahih. Orang-orang akan melihat Allah SWT. Namun, pada hakikatnya yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah di dalam Surga dari kelompok tersebut (yang istiqamah dalam berthariqah menuju Makrifat-Nya), merekalah yang akan melihat Allah SWT, dan Allah akan meliputi mereka (dengan tajalli Asma’-Nya, red.), dan mereka menjadi layaknya khalifah-Nya, utusan-Nya, ketika mereka bergerak.
Dia SWT menggerakkan mereka agar terlihat pada tingkatan-tingkatan surga yang lainnya, tingkatan surga-surga lainnya yang lebih rendah. Dalam tingkatan (yang lebih rendah) ini, orang-orang akan berpikir bahwa Allah SWT tengah nampak di hadapan mereka, namun pada hakikatnya yang nampak adalah orang-orang dalam kelompok surga istimewa tadi yang telah dihiasai tajalli Nama-Nama Indah-Nya.
Sampai di sini… Masih banyak lagi, namun saya tidak dapat melanjutkannya, karena Shaykh Mustafa mungkin akan berkeberatan.
Beliau (Grandshaykh ‘Abdullah Faiz ad-Daghestani) berkata, “Ma’l Ma`n al-`Arif Billah?
“Apa makna dari al-`Arif billah?”
Apa maknanya dalam Bahasa Inggris? Orang yang mengenal? Apa makna dari orang yang mengenal (‘Arif) Allah SWT. Kita menyebut banyak orang `Arif Billah. Orang tersebut adalah seorang yang mengetahui. Dia mengetahui. Di atas setiap orang yang mengetahui (berilmu) ada orang yang lebih mengetahui (lebih berilmu). Ini bukanlah terjemahan yang tepat. Kalian menyaksikan banyak orang memberi gelar dirinya, di depan nama mereka, al-‘Aarif Billah, banyak dari mereka. Mereka menyebut dirinya “Pir” (Syaikh dalam bahasa Hindi, red.). Banyak dari mereka di sini, di negara-negara Barat. Mereka berasal dari negara-negara di Timur, di sini mereka menjadi Arif Billah Terhormat. Mereka memberi gelar diri mereka sendiri dengan sebutan tersebut walaupun sebutan tersebut tidak pantas bagi mereka.
Grandsyaikh berkata, untuk seorang al-`Arif Billah, Allah akan membukakan baginya Hakikat Keesaan dari Ismullah (Nama Allah) al-Wahid. Al-Wahid Al-Ahad. Dari Nama Indah-Nya Al-Wahid dan dari Nama-Nya Al-Ahad. Al-Wahid menunjukkan keesaan Allah SWT, sedangkan Al-Ahad, menunjukkan keesaan dan keunikan Allah SWT.
Beliau berkata lebih lanjut bahwa Al-‘Aarif Billah adalah seseorang yang Allah busanai dengan kedua Asma-Nya ini hingga Surga-surga tidak mampu menampung orang tersebut. Jika dia berkunjung ke suatu surga selain daripada surga para Nabi, jika dia berkunjung ke Surga yang lebih rendah daripada itu dan dia adalah seorang ‘Arif, maka Surga-surga tersebut akan hancur, Surga-surga tersebut tak akan mampu memikul kekuatan sang ‘Arif.
Seperti suatu energi yang amat besar, sumber listrik, yang kalian tidak mampu memegangnya, hingga kalian mesti memiliki suatu transformator (trafo) untuk menyalurkan energi listrik tersebut ke rumah-rumah. Seperti itu pula, kalian tidak dapat membawa seorang Al-‘Aarif Billah ke Surga. Surga-surga tersebut akan hancur. Dia harus berada bersama Nabi ﷺ. Yaitu dalam surga yang disebut sebagai Jannatul Muhammadiyyun, Surga Muhammadiyyun, sebagaimana telah kami sampaikan sebelumnya.
Jadi inilah makna sesungguhnya Al-‘Aarif Billah!
Lupakan tentang Bumi! Bumi akan musnah, jika rahasia ini dibuka. Rahasia itu dibuka dalam qalbu, jika rahasia tersebut dibuka melalui lidah, dunia tidak akan mampu menampung orang itu ketika dia membuka rahasia-rahasia itu. Karena itulah hanya segelintir Awliya’ullah yang memikul kekuatan Al-‘Aarif Billah.
Hanya ada lima di antara mereka. Seperti lima Nabi besar, ada lima Awliya’ besar yang mampu memikul hakikat tersebut. Mereka tidak pernah membuka mulut mereka untuk berbicara tentang hakikat-hakikat tersebut.
Mawlana Grandshaykh ‘Abdullah berkata bahwa tidak diizinkan untuk berbicara tentang hakikat tersebut, sampai Sayyidina Mahdi `alayhi ’s-salaam muncul. Ketika Sayyidina Mahdi `alayhi ’s-salaam muncul, rahasia tersebut akan diizinkan untuk disampaikan. Pada saat itu dunia akan mampu memikulnya karena izin telah datang dari Langit. Sebelum itu, tidak diperkenankan untuk berbicara apapun tentang itu.
Mawlana Shaykh Hisham Kabbani
Post a Comment Blogger Disqus
Post a Comment