Siapa yang memimpin suatu kaum, dialah yang melayani kaum itu.
Tidak semestinya seorang pemimpin selalu ingin dipuji, dihormati dan dilayani. Justru seorang pemimpin yang harus melayani rakyatnya. Sebagaimana kisah Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah tersohor era Bani Umayyah.
Suatu hari Umar bin Abdul Aziz meminta budak perempuannya untuk mengipasi dirinya hingga ia bisa tidur. Si budak menaati perintah sang tuan. Angin spoi-spoi pun mengantarkan Umar bin Abdul Aziz ke alam mimpi.
Seiring dengan pulasnya tidur sang khalifah, gerak kipas di tangan budak perempuan itu perlahan berhenti dengan sendirinya. Si budak yang tak kuat menahan kantuk ikut tertidur di dekat Umar bin Abdul Aziz.
Budak itu masih tidur saat sang khalifah bangun dari alam mimpinya. Cepat-cepatlah sang khalifah mengambil kipas itu lalu mengipas-kipaskannya ke arah si budak.
Budaknya berteriak begitu bangun dan sadar sang khalifah sedang mengipasi dirinya. Si budak merasa lancang meski “layanan spesial” itu bukan atas kemauannya. Rasa haru dan malu bercampur saat berhadapan dengan karakter pemimpin yang demikian rendah hati.
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa sepertimu. Aku juga merasa panas sebagaimana dirimu,” tutur Umar bin Abdul Aziz menenangkan. “Aku senang mengipasimu sebagaimana engkau senang mengipasi diriku.”
Demikian diceritakan dalam kitab Irsyâdul ‘Ibâd karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari. Kisah tersebut menggambarkan betapa egaliternya Umar bin Abdul Aziz. Statusnya sebagai pemimpin tak membuatnya merasa lebih berkelas dibanding yang lain.
Sikap yang ditunjukkan pemimpin yang berjuluk Khalifah Kelima itu hanya bisa muncul secara tulus ketika seseorang sadar akan hakikat kedudukan manusia sebagai sama-sama hamba Allah dan tugas sejati pemimpin yang harus melayani rakyatnya.
Wallahu a'lam.
Post a Comment Blogger Disqus
Post a Comment