Foto replika tempat tidur Rasulullah |
“Kiai, sudah lama saya ingin melihat wajah Rasulullah walau hanya lewat mimpi. Tapi keinginan itu belum juga terkabul,” jelas si santri.
“Oo... rupanya itu yang kauinginkan. Tunggu sebentar...”
Setelah diam beberapa saat, berkatalah kiai, “Nanti malam datanglah kemari. Aku mengundangmu makan malam.” Sang santri mengangguk kemudian pulang ke pondoknya.
Setelah tiba saatnya, pergilah ia ke rumah kiai untuk memenuhi undangannya. Ia merasa heran melihat syekhnya hanya menghidangkan ikan asin.
“Makan, makanlah semua ikan itu, jangan sisakan sedikit pun!” kata kiai kepada santrinya.
Begitu takzimnya si santri, ia menghabiskan seluruh ikan asin yang disuguhkan. Selesai makan ia merasa kehausan. Ia segera meraih segelas air dingin di hadapannya.
“Letakkan kembali gelas itu!” perintah kiai. “kau tidak boleh minum air itu hingga esok pagi, dan malam ini kau tidur di rumahku!”
Dengan penuh keheranan, diturutinya perintah sang kiai. Malam itu ia gelisah tak bisa tidur. Lehernya serasa tercekik karena kehausan. Ia membolak-balikkan badannya hingga akhirnya tertidur karena kelelahan.
Apa yang terjadi? Malam itu ia bermimpi minum air sejuk dari sungai, mata air, dan sumur. Mimpi itu sangat nyata. Seakan benar-benar terjadi padanya.
Begitu bangun paginya, ia langsung menghadap kiai. “Mohon maaf Kiai, saya semalam mimpi, tapi tidak bertemu dengan Rasulullah, tetapi hanya mimpi minum air.”
Tersenyumlah kiai mendengar jawaban murid-nya. Dengan bijaksana ia berkata, “Begitulah, makan ikan asin membuatmu amat kehausan sehingga kau hanya memimpikan air sepanjang malam. Jika kau merasakan kehausan semacam itu akan Rasulullah, maka kau baru akan melihat cahaya ketampanan Rasulullah.”
Terisaklah si murid. Ia sadar betapa kerinduan pada Rasulullah masih sebatas pengakuan. Cinta kepada Nabi baru sekadar cita-cita. Kondisi si murid adalah kondisi hati kebanyakan kita, termasuk saya sendiri. Cinta kepada dunia menutupi cinta kita kepada Nabi. Jujur saja, hati ini tak merasa nikmat saat bershalawat. Apalagi bergetar. Astaghfirullah.
Allahumma Sholli 'ala Sayyidina Muhammad
Post a Comment Blogger Disqus
Post a Comment