Mistikus Cinta

0
Pertemuan Kaum Sufi se-Dunia

EVENT PROGRAM OF AL-MULTAQO AL-SHUFY AL-ALAMY

Friday, July 15, 2011
Check In (whole day)

Saturday, July 16, 2011
09-10am

Opening
K.H. Sahal Mahfudz (Rais Am PBNU)
Dr. Susilo Bambang Yudhoyono (President of Indonesia)

10am-12.30pm
Nadwah Sufiyah Session 1
Theme: Tasawwuf Role in Developing Islamic Civilization: Past Achievements and Future Agenda

Speakers:
  1. Mawlana Shaykh Hisham Kabbani (q): The role of Tariqah in Developing World Civilization
  2. Prof.Dr. Farid al-Attas: Tariqah as Spiritual Value taken from Rasulullah (s)
  3. Sayyid Rojab Dib al-Naqshbandi: The role of Tariqah in the Independence of Islamic World
  4. Prof. Najmuddin Qurdy: The Development of Tariqah Movement in Middle East
  5. Dr. Martin Van Bruinessen: The role of Tariqah Movement in Building World Peace in the Future
12.30-1.30pm
Rest

1.30-3.30pm
Nadwah Sufiyah Session 2
Theme: Optimization the Role of Tariqah in Building Islamic Brotherhood and World Peace

Speakers:
  1. Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj: The role of Tariqah in Developing World Civilization
  2. Shaykh Muhammad Fadlil al-Jaelani: Tasawwuf as Moral Teaching Derived from Al-Qur’an
  3. Shaykh Gibril Fouad Haddad: The role of Tasawwuf in Building the Moral of Modern People
  4. Prof. Tonaga: The Dynamics of Tasawwuf and Tariqah in Islamic World
3.30-4.30pm
Rest

4.30-5.30pm
Common Perception in the Formation of “al-Multaqo al-Sufi al-‘Alamy”
By the Formulation team

5.30-8pm
Rest

8-8.15pm
Ibtihalaat: Whirling Dervish by Haqqani Indonesia

8.15-8.25pm
Opening by MC

8.25-8.55pm
Tawassul and Dhikr
By Habib Luthfi bin Yahya

8.55-9.25pm
Mawlid ad-Daybae
By Al-Khidmah Indonesia

9.25-9.35pm
The Declaration of “al-Multaqo al-Sufi al-‘Alamy”

9.35-9.45pm
Tausiyah I by Sayyid Muhammad Kabir al-Tijani

9.45-9.55pm
Sufi Poet by K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus)

9.55-10.05pm
Tausiyah II by Habib Zaid bin Abdurrahman bin Yahya

10.05-10.30pm
Tausiyah III and closing dua
By Shaykh Abdurrohim al-Rukainy

Sunday, July 17, 2011
Main Celebration of 85th Anniversary of PBNU
Dhikrullah at Gelora Bung Karno Stadium

Monday-Tuesday, July 18-20, 2011
Ziyarah to Walisongo in Cirebon, Semarang and Surabaya


Hasil Liputan LAKPESDAM PBNU:

Pertemuan Kaum Sufi se-Dunia
Pertemuan Kaum Sufi se-Dunia pada 15-16 Juli 2011

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar forum Multaqa as-Shufi al-‘Alami atau Pertemuan Kaum Sufi se-Dunia pada 15-16 Juli 2011 di Jakarta. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 700 undangan, termasuk perwakilan dari luar negeri seperti Amerika Serikat, Jepang, Maroko, Sudan, Syiria, Lebanon, Libya, Malaysia, dan Brunei.

Para mursyid dan pemimpin tarekat dari berbagai negara hadir dalam pertemuan ini, seperti Habib M. Luthfi Ali bin Yahya (Indonesia), Habib Zaid bin Abdurrohman bin Yahya (Yaman), Mawlana Syekh Hisyam Kabbani (Amerika Serikat), Sayyid Rajab Dieb al-Naqsabandi (Syiria), Syekh Abdurrohim al-Rukainy (Sudan), Dr. Syahyumi (Libya), Dr. Gibril Fouad al-Haddad (Brunei), dan para pemimpin tarekat dari berbagai daerah di Indonesia yang tergabung dalam Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Muktabarah an-Nahdliyah atau organisasi tarekat-tarekat muktabarah di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU). Prof. Yasushi Tonaga, pengamat sufi dari Universitas Kyoto Jepang juga hadir dan menyampaikan perspektifnya dalam pertemuan kaum sufi kali ini.

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-85 NU. Wakil Ketua Umum PBNU, yang juga ketua penyelenggara pertemuan kaum sufi, H. As’ad Said Ali, mengungkapkan, PBNU berharap para ulama sufi dan umat Islam yang tergabung dalam berbagai jamaah tarekat di seluruh dunia bisa menjadi kekuatan besar dalam mewujudkan perdamaian dunia. “Pertemuan para ulama sufi yang kita selenggarakan ini diharapkan menjadi kegiatan rutin. Para ulama sufi diharapkan menjadi kekuatan besar dalam mewujudkan perdamaian perdamaian dunia, dan dalam membangun dunia yang lebih beradab,” katanya.

Multaqas Shufi Al-Alamy sendiri diselenggarakan bersamaan dengan Pameran ekonomi Kreatif warga Nahdliyin dan pagelaran seni religi dan budaya Nusantara. Rapat Akbar NU di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta pada Ahad, 17 Juli 2011, merupakan Puncak dari Peringatan Harlah ke-85 NU, yang dihadiri lebih dari 120. 000 warga NU yang terdiri dari kontingen Cabang dan Wilayah NU, para ulama dan warga pesantren, Muslimat, Fatayat IPNU-IPPNU, PMII. Hadir juga perkumpulan majelis Taklim, para pimpinan tarekat baik dalam maupun luar negeri.

Tema perdamaian dalam peringatan Harlah kali ini diangkat untuk mempertegas komitmen NU terhadap kemanusiaan. Komitmen itu bukan sekedar isapan jempol. NU optimis, mampu berbuat di arena internasional, sebab NU memiliki jaringan ulama internasional. “Jangan dilupakan, dukungan dan pengakuan dari negera-negara Islam atas berdirinya Negera Indonesia pada 1945, sebagian adalah hasil lobi internasional dari jaringan ulama kita. Dan dengan cara yang khas NU tidak pernah berhenti memainkan peran tersebut hingga kini tanpa mengganggu kegiatan diplomasi resmi yang dimainkan pemerintah,” demikian As’ad Ali.

Pada momen Harlah kali ini, NU menggelar prakarsa perdamaian dunia Islam melalui pendekatan ulama. Langkah ini diambil sebagai bagian dari perwujudan khidmat NU terhadap perdamaian dunia, khususnya kawasan di negara Islam sekaligus turut mendorong peningkatan peran politik luar negeri Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia, sebagaimana diamanatkan konstitusi.

Rangkaian kegiatan yang terakhir adalah Silaturrahmi Ulama Afghanistan dengan ulama Indonesia dalam rangka merajut perdamaian di negara Islam tersebut yang akan berlangsung 18-19 Juli.

“Langkah ini merupakan upaya memberi makna kehadiran NU, bukan hanya untuk warga NU, tetapi juga untuk bangsa, bahkan untuk bangsa-bangsa di dunia ini. Misi ini diemban sebagai konsekuensi NU yang menggunakan simbol jagat yang berarti memiliki komitmen kesejagatan,” demikian As’ad Ali.

Kembali kepada Tasawuf
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr. KH. M.A. Sahal Mahfudh dalam pembukaan acara Multaqa as-Shufi al-‘Alami, menyampaikan, “Pertemuan ini merupakan salah satu ikhtiar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menghimpun nasehat, mau’idhah dan tau’iyah dari alim-ulama para mursyid thariqoh dan tokoh sufi terhadap kondisi mutakhir, baik di dalam maupun luar negeri.”

Rais Aam menyampaikan, pendekatan tasawuf yang mengedepankan kejernihan hati dan ajaran universal kemanusiaan akan mampu menjadi alternatif solusi berbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam.

Sejarah mencatat, pendekatan tasawuf terbukti telah berhasil melakukan perbaikan-perbaikan. Di banyak negara, termasuk Indonesia, peran tasawuf terbukti sangat signifikan dalam membebaskan dari penjajahan. Melalui bimbingannya dalam ibadah, riyadloh dan mujahadah, alim-ulama para mursyid thariqoh diharapkan mampu memberikan pencerahan pemikiran kepada umat Islam agar memperoleh ketenangan hati, kebersihan jiwa dan tingkah laku serta perilaku positif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga dapat memberikan andil dalam pembentukan karakter bangsa berbasis tasawuf.

Rais Aam menyoroti kondisi umat Islam di Indonesia dan di berbagai dunia Muslim. Di Indonesia, saat ini umat Islam sedang menghadapi dekadensi moral, dengan semakin maraknya pornografi, serta pelanggaran nilai-nilai dan norma agama. Lalu, bergesernya sikap masyarakat terhadap perbuatan korupsi yang sudah dianggap biasa, khususnya di kalangan aparat pemerintahan, menandakan adanya masalah serius tentang moralitas di negeri ini.

Kedua, adanya stigma negatif terhadap umat Islam akibat perilaku sekelompok sangat kecil umat yang radikal, eksklusif dan suka menyalahkan selain kelompoknya melalui isu bid’ah. Kelompok ini seringkali menimbulkan keresahan dan kontroversi, sehingga menimbulkan disharmoni di tengah masyarakat. Dengan memanfaatkan iklim keterbukaan dan kebebasan yang ada, kelompok ini menyiarkan pemahaman keagamaannya melalui berbagai media. Sehingga tanpa sadar ada bagian umat Islam yang terbawa oleh propagandanya dan ikut berpaham keagamaan radikal.

Hal yang sangat penting disoroti oleh kaum sufi di seluruh dunia adalah terjadinya krisis di negara-negara berpenduduk muslim, seperti beberapa negara di Afrika dan Timur Tengah, dengan isu utama demokratisasi.

“Harus diakui, saat ini demokrasi merupakan pilihan paling logis sebagai sistem politik untuk mengelola kepentingan bersama. Namun bila demokrasi semata-mata menekankan prosedur, mengedepankan kebebasan tanpa batas dan melupakan pengembangan nilai-nilai luhur serta tidak berorientasi pada kemaslahatan bersama, maka justru akan menimbulkan masalah baru. Kiai Sahal Mahfudh berharap, para pemimpin negara muslim harus difahamkan bahwa demokrasi adalah alat untuk menyejahterakan rakyat, bukan tujuan. “Umat Islam juga harus disadarkan bahwa demokrasi bukanlah kebebasan yang tanpa batas. Demokrasi bukan sekadar prosedur tetapi juga nilai-nilai untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat,” tambahnya.

Kaum Sufi yang Penuh Cinta
Syekh Rajab Dieb dari Syiria menyampaikan apresiasinya kepada Nahdlatul Ulama (NU) yang telah mengumpulkan kaum sufi dari berbagai negara. Katanya, pertemuan kaum sufi yang penuh keberkahan tersebut dapat menjadi sarana menyatukan kalimatullah dan menyamakan barisan, menyatukan hati dan merealisasikan kebahagiaan bagi seluruh manusia.

“Saya ingin memulai ucapan saya dengan perkataan al Imam al Akbar Maulana Syekh Abdul Qadir al Jailani di mana Ia berkata: Agama nabi Muhammad SAW tertata rapi temboknya dan telah bertebaran pondasinya di mana-mana. Marilah wahai penghuni bumi kita bangun bangunan yang telah roboh dan kita dirikan bangunan yang telah runtuh,” katanya.

Syaikh Abdurahim ar Rakini dari Sudan menyampaikan tiga komponen tasawuf secara berurutan dan didasarkan pada tiga hal secara berurutan pula. Tiga hal yang pertama adalah Syariat, thariqah dan hakekat. “Tidak ada hakekat tanpa tariqah dan tidak ada tariqah tanpa syariat,” katanya. Tiga hal berikutnya adalah ilmu lisan dan penerapannya, ilmu jiwa serta arahannya serta ilmu hati dan hasil-hasilnya.

Secara meyakinkan Dr. Gibril Fouad Haddad dari Brunei Darussalam dalam paparannya menyampaikan bahwa dari seluruh kelompok-kelompok yang berbeda di dalam Islam, barangkali hanya para Sufi yang telah berusaha sekuat mungkin untuk mematuhi perintah di atas dan melaksanakannya sampai tingkat yang paling tinggi.

“Mereka berkata: Keraslah kepada dirimu sendiri tetapi mudahkanlah bagi orang lain. Jadilah yang mudah buat orang lain dan biarkan mereka mengambil pilahan yang paling mudah sehingga mereka memiliki energi untuk perbuatan-perbuatan yang baik. Sebarkanlah ketenangan diantara mereka (sakkinu), kedamaian, kebahagiaan, sebagai kebalikan dari menyebarkan agitasi,” katanya.

Karenanya, sufisme memiliki peran yang penting dan unik dalam mengimplementasikan dua ajaran ini untuk membangun umat manusia yang unggul di zaman kita ini. Pertama, mempertahankan kelompok yang baik di dunia ini; kedua, memfasilitasi apa yang bermanfaat buat manusia di dalam kehidupannya nanti. Dengan jalan ini sufisme mengajarkan orang untuk taat kepada Allah dan Nabinya dan memberikan hak mereka secara penuh. “Dua ajaran ini merupakan rahasia dari dukungan Ketuhanan bagi para Sufi,” kata Syekh Gibril.

Ditambahkan, tidak ada keraguan bahwa cinta adalah motivasi yang paling kuat untuk mengikuti dan tertarik kepada Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT sebagaimana telah dibuktikan oleh para sahabat. Maka cinta, ketertarikan, persahabatan, kebersamaan dengan orang-orang baik semuanya membentuk sebuah metode agama yang absah untuk membangun karakter yang baik dan hidup saleh.

“Seolah-olah Allah dan Nabi mengatakan kepada kita: Wahai orang-orang yang beriman, sadarlah akan Allah dan tinggallah dengan mereka orang-orang yang kamu cintai diantara orang-orang suci, kamu akan selamat di sini dan kehidupan nanti! Kita juga mengatakan bahwa kita mencintai Allah dan Nabinya, dan kita mencintai Khalifah empat dan seluruh para Sahabat dan pengikutnya dan seluruh teman-teman Allah, khususnya guru-guru kita tercinta, dan kita berharap bersama mereka sekarang dan di kehidupan nanti meskipun kita tidak menjalankan amal kebaikan seperti mereka,” demikian Syekh Gibril.

Perjuangan Kaum Sufi
Tasawuf, selain telah berhasil melakukan revolusi spiritual (tsauroh ruhiyyah), juga telah berhasil menggerakkan perjuangan mulia ummat Islam dalam lapangan dakwah. Melalui bimbingan terhadap ummat Islam dalam ibadah, riyadloh dan mujahadah, para Ahli Thoriqoh adalah para da’i dan para ulama yang sangat berjasa dalam menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Mereka mengembangkan Islam di Jazirah Arab, Afrika, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara hingga ke Eropa dan Amerika. Bahkan di negara-negara di mana Islam ditindas dan dilarang berkembang, seperti di negara-negara Asia Selatan pada kekuasaan Uni Soviet para Ahli Thoriqoh tetap kokoh bertahan sebagai kekuatan utama eksistensi Islam di sana.

Dalam sejarah perjuangan politik bangsa-bangsa muslim melawan imperialisme, thoriqoh berjasa besar dalam membentuk dan memupuk nasionalisme dan patriotisme. Sejarah telah mencatat peran besar kaum thoriqoh dalam membangun basis perlawanan terhadap penindasan kaum penjajah di dunia Islam.

Syekh Rajab Dieb, mufti dan pemimpin tarekat dari Syiria dalam kesempatan itu menyampaikan perjalanan panjang kaum sufi dalam menyebarkan agama Islam ke berbagai penjuru dunia, dan membebaskan umat manusia dari belenggu penjajahan. Sejak abad kedua hijriah para sufi telah melakukan usaha dan jihad untuk menyebarkan ajaran mulia Islam. Berkat para sufi, Islam dapat tersebar di benua Afrika, Indonesia, pulau-pulau di kawasan samudra Hindia, di China, India dan di Siberia serta kawasan teluk bagian utara.

Tasawuf sebagai inti ajaran kaum sufi, juga memiliki pengaruh sangat besar dalam penyebaran agama Islam di masa kini, terutama terkait masuknya orang barat ke dalam agama Islam. “Tasawuf telah memenuhi kekosongan ruhani dan jiwa yang dialami oleh orang barat yang didominasi oleh pemikiran dan peradaban materialisnya,” kata Syekh Rajab.

“Mereka (para sufi) menyebarkan agama Islam ke berbagai tempat melalui cara yang baik dengan berdagang dan mengajar. Mereka menyampaikan pada generasi muda mereka agama Islam saat memberikan pembelajaran dan mereka mengirim murid-murid yang cerdas,” katanya.

Kepahlawanan kaum sufi bisa dibaca dari peran syeikh tarekat sufi di dalam menyebarkan agama Islam di kawasan Uni Sovyet. Ketika bantuan militer berhenti di abad keempat hijriah dan ketika ekspansi terhenti hanya sampai perbatasan China dan Turkistan bagian Timur, maka para ulama dan para syekh tarekat sufi dan murid-murid mereka yang terdiri dari para pedagang melakukan penyebaran agama Islam di distrik-distrik yang luas tersebut.

Pada abad kesembilanbelas dan awal abad ke dua puluh tariqah sufi as Sanusiyah dan para pendirinya telah memimpin perjuangan pembebasan Libia. Muhammad bin Ali As Sanusi adalah sosok yang bekerja membangun kekuatan Islam di padang tandus Negara Libia. Hal yang menopangnnya didasarkan pada pengajian-pengajian yang ada di serambi-serambi Mesjid dan asrama-asrama kecil yang tidak hanya digunakan untuk ibadah dan ceramah saja.

Pada masa pendudukan Perancis di Aljazair para pakar politik Perancis melihat bahwa para pemimpin gerakan jihadlah yang menguasai peperangan dan muncul dari tariqah sufi, khususnya yang terpusat di sekitar serambi yang sudah sejak lama memiliki perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan tasawuf. Al Amir Abdul Qadir al Jazairi, sosok yang dianggap tidak memiliki pesaing telah melahirkan syekh bagi para mujahidin di samping keberadaannya sebagai sufi besar di masanya.

Syekh Rajab juga memaparkan peran kaum sufi dalam memelopori revolusi Syria, pemimpin tariqah Tijaniah di Palestina telah berhasil menyulitkan orang-orang Yahudi dan kaum Zionis, Al Imam Zahir dari keluarga Abu ‘Alawi yang telah mendeportasi Belanda dari kawasan Indonesia, sampai Syeikh Sayid Umar al Quti at Tijani yang telah melakukan jihad terhadap orang-orang atheis di Mali.

Atasi Krisis Dunia dengan Kekuatan Moral
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam sesi seminar menyampaikan bahwa krisis yang melanda dunia saat ini sama dengan krisis yang melanda Indonesia pada 1998, yang berakar dari krisis moral yakni terjadinya kolusi dan korupsi yang berlebihan. Dikatakannya, karena krisis dunia ini berakar dari krisis moral, maka perlu diselesaikan secara moral, sebelum ada penyelesaian secara teknis manajerial. Karena episentrum krisis dunia ini berpusat di jantung perekonomian dunia baik di Amerika maupun Eropa, maka imbasnya menjalar ke seluruh dunia.

“Dalam pertemuan para tokoh agama yang baru saja diselenggarakan di Munich Jerman, Menteri Perekonomian negeri itu menyampaikan pesan perlunya mengembalikan moral ekonomi sesuai dengan agama dan warisan tradisi. Para agamawan diminta untuk turut mengatasi krisis ini. Jerman menjadi negara yang relatif aman dari Goncangan krisis karena selain konservatif dalam mengembangkan ekonominya juga lebih dulu belajar pada Cina,” demikian Said Aqil.

Ditambahkan, Indonesia sudah melewati masa krisis sehingga relatif aman dari goncangan krisis dunia ini. Karena itu semua pihak diharapkan bisa mempertahankan kondisi ini dengan menjaga martabat dan keutuhan serta kerukunan bangsa, karena kalau sampai keamanan tergangggu krisis akan segera terjadi.

“Kita cukup prihatin terjadinya berbagai konflik belakangan ini seperti di Ambon, di Papua, di Makssar dan di beberapa tempat lainnya, semoga konflik ini cepat selesai. Semua pihak mesti menjaga diri. Waspada dengan adanya provokasi, sehingga tidak menjadi perang antar kelompok seperti tahun-tahun yang lalu. Sebagai kekuatan moral dan rasa tanggung jawab pada bangsa NU mengupayakan kedamaian dan ketenteraman tetap terjaga di negeri ini, karena ini modal dasar kita untuk maju,” katanya.

Said menegaskan, dalam pengembangan masalah kemasyarakatan, perekonomian termasuk bidang politik, NU bertolak dari prinsip al akhlaqul karimah, sementara dalam NU prinsip ahkhlaqul karimah itu telah dikembangkan secara operasional dalam mabadi khoiro ummah yang meliputi; ash shidqu (benar), al wafa bil ‘ahd (tepat janji), ta’awun (tolong menolong), al ‘adalah (keadilan) dan istiqamah (konsisten). Dalam menjalankan aktivitas sosial, gerakan ekonomi maupun strategi politik kebangsaannya NU berpijak pada mabadi khoiro ummah ini, yang merupakan tugas suci yang selalu akan diemban oleh NU.

“Dengan prinsip itulah NU mengambil peran dalam politik kebangsaan, untuk menjaga keseimbangan dan ketentraman kehidupan di negeri ini. Munculnya gerakan ekstrem neoliberalisme akan membawa negeri ini ke ekstrem liberal kapitalis, sementara maraknya gerakan Islam fundamentalis akan membawa negeri ini ke negara agama yang eksklusif. Dengan prinsip mabadi khoiro ummah serta berpegang pada sikap tawasuth, tawazun dan tasamuh NU berupaya mencari jalan tengah agar kerukunan bangsa ini tetap terjaga,” demikian Said Aqil.

Selain timbulnya konflik sosial di beberapa tempat, dihadapan para ulama sufi Said Aqil menyampaikan, Indonesia juga sangat rawan konflik politik antar elit. Ini tentu sangat disesalkan mengingat negeri ini sedang menghadapi tantangan besar krisis ekonomi dan politik dunia, sementara ia sendiri tidak bisa konsentrasi untuk mengatasinya, malah terseret oleh berbagai ketegangan.

“Mumpung belum mencuat keluar seharusnya ada rekonsiliasi di antara kekuatan yang ada untuk menyelamatkan negeri ini, baik dari konflik dan dari krisis yang masih mengancam negara mana saja. Sebagai organisasi keagamaan bahkan keulamaan sudah selayaknya NU memberikan seruan moral, ini semata untuk menjaga kerukunan bangsa ini,” pungkasnya.

Three-axis Framework of Sufism
Prof Yasushi Tonaga, pengamat sufi dari Universitas Kyoto Jepang dalam pertemuan kaum sufi itu menyampaikan perspektif yang berbeda. Pada awal paparannya ia menolak penyederhanaan definisi sufisme sebagai “mistik Islam” dalam berbagai kajian akademis. Dalam kajiannya mengenai Three-axis Framework of Sufism ia mengemukakan tiga poros (axis) dari sufisme.

Pertama adalah etika (axis X). Menjadi seorang sufi yang baik berarti menjadi muslim yang baik. Tidak ada perbedaan antara sufisme ideal dengan Islam di dalam poros. Kedua adalah mistik yang terkandung dalam ajaran sufisme (axis Y). Ketiga adalah pengikut populer, termasuk praktek keagamaan yang mereka praktekan di masyarakat (axis Z). Dikatakan Tonaga, kecenderungan terhadap tiga poros sufisme tersebut berubah-ubah tergantung kapan dan dimana fenomena tasawuf diamati.

“Saya ingin menggarisbawahi bahwa mengesampingkan kekuatan sufisme dan tarekat adalah sebuah kesalahan. Ini terjadi karena sufisme diterjemahkan sebagai mistik Islam. Sufisme dianggap tergantung pada argumen canggih si cendekiawan atau menjadi jenis dari pengikut takhayul, dan hal ini sering dilihat sebagai sesuatu yang tidak berpengaruh pada dunia kontemporer,” katanya.

Menurut Tonaga, sufisme tidak hanya aktif dan lazim dalam dunia Islam kontemporer namun juga memiliki potensi untuk menawarkan visi Islam di masa depan. Axis X, yang merupakan inti sufisme dan juga perwujudan nilai-nilai Islam, telah memainkan peranan di dalam kebangkitan Islam.

“Kita dapat mengamati kegiatan sufisme di dalam kebangkitan Islam di Asia Tengah, Turki dan Sudan. Seperti yang saya tunjukkan di atas, pemulihan moral dan perintah merupakan fokus axis X, tidak ada perbedaan yang substantif diantara menjadi seorang Muslim yang baik dan menjadi seorang sufi yang baik,” katanya.

Dikatakannya, ketika menekankan pada axis X, sufisme menegaskannya pada Islam itu sendiri. Ketika menekankan axis Y, yang didalami oleh axis X, sufisme menekankan pada spiritualitas yang memberikan kehidupan terhadap ilmu fiqh dan Islam. Disisi lain, ketika ia menekankan axis Z sufisme menjadi kritis dari attitude exclusive fikih dan Islamism dan memberikan alternatif. Dan ketika dia mencoba mengembangkan axis Y, sufisme menegaskannya bahwa hal tersebut tidak masuk dalam Islam namun kepada manusia secara umum.

“Berbagai potensi sufisme berasal dari strukturnya yang memiliki banyak axis. Ini pertanyaan dari dimana axis ditekankan yang telah membentuk dan masih membentuk sejarah Islam, demikian halnya sejarah sufisme,” demikian Prof. Tonaga.

Klaim Negatif terhadap Kaum Sufi
Syekh Zaid bin Abdurahman bin Yahya, Direktur Pusat Study dan Riset ‘An Nur’ Tarim, Yaman, dalam paparannya menampik klaim negatif yang menimpa tasawuf, tarekat-tarekatnya serta orang-orangnya. Tasawuf seakan-akan merupakan suatu kesalahan atau kejahatan dalam pandangan sebagian orang. Tasawuf juga dianggap sebagai sulap, sihir atau perbuatan makar. Menurutnya, serangan ini merupakan bagian dari upaya klaim negatif terhadap risalah agama Islam seluruhnya, sehingga agama Islam menjadi agama yang identik dengan kekerasan, pertumpahan darah, keterbelakangan serta agama yang tidak bersinggungan dengan peradaban dan klaim negatif lainnya.

“Hal ini sesungguhnya merupakan dorongan lain yang membawa kita untuk menampakkan hakekat sebenarnya mengenai apa itu tasawuf dengan jiwa-jiwa pengikutnya yang harum, akhlak mereka yang suci serta sifat-sifat para malaikat yang melekat pada mereka, bahkan sifat ketuhanan. Ini merupakan bentuk pembenaran dari pemahaman terhadap agama Islam (secara keseluruhan) sebelum pembenaran terhadap pemahaman tasawuf itu sendiri,” katanya.

Para ahli tasawuf telah menanamkan dan mempraktikkan kehidupan kemasyarakatan yang baik dengan orang lain. Mereka telah menciptakan suri teladan yang terbaik di dalam kehidupan bersama dengan para pemeluk agama samawi dan agama non samawi lainnya di Indonesia, India dan Thailand. Hal yang sama juga terjadi di bagian Timur Afrika yang menjadikan mereka diyakini memiliki sisi-sisi kebaikan, kehormatan dan manfaat dari semua pihak dan dapat melepaskan masyarakat dari pertikaian kelompok yang dikeluhkan oleh sebagian masyarakat.

Menurut Syekh Zaid, para ahli tasawuf juga memandang kelompok-kelompok yang ada di dalam agama Islam dengan pandangan sebagai kelompok-kelompok yang saling menyempurnakan satu sama lainnya. Dengan asumsi bahwa kelompok-kelompok ini semua adalah umat Islam dan masing-masing kelompok ini akan mengerti sisi-sisi yang ada pada agama ini dan mereka membangun pengertian bahwa seorang muslim harus mengagungkan kemuliaan kalimat “Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah Rasulullah” lalu mereka mengetahui kehormatan dan kedudukan mereka masing-masing.

Organisasi Sufi Sedunia.
Pertemuan kaum Sufi se-Dunia yang berlangsung selama dua hari diakhiri dengan pembacaan shalawat dan tawassul, Sabtu (16/7/2011) malam. Ini khas kaum sufi…. Ruang pertemuan di Hotel Borobudur yang telah dipakai pada siang harinya disulap menjadi ruangan dzikir yang dihadiri lebih dari seribu jamaah termasuk para mursyid tarekat dari luar negeri.

Pembacaan shalawat diawali dengan penampilan jamaah Haqqani Indonesia, yang dilanjutkan dengan jamaah Al-Khidmah Indonesia. Mengakhiri pembacaan shalawat, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj melantunkan bagian akhir dari rangkaian bacaan shalawat “Yabadratim, Yabadratim….” diikuti para jamaah.

Pembacaan tawassul dan surat al-Fatihah kepada guru-guru (mursyid) berbagai aliran tarekat di dunia dipimpin langsung oleh pemimpin organisasi tarekat Muktabarah NU, Habib Luthfi Ali bin Yahya. Sementara taushiyah disampaikan oleh ulama sufi dari Sudan, Syekh Abdurrahman ar-Rukaini, selanjutnya disusul dengan pembacaan puisi sufi dan doa oleh Wakil Rais Aam PBNU KH Musthofa Bisri.

Multaqa Sufi menyepakati dibentuknya organisasi sufi sedunia yang bertugas mengkoordinasikan seluruh peran dan gerak kaum sufi. Kesepakatan itu merupakan satu dari lima butir Deklarasi Multaqas Shufi yang ditandatangani oleh Syeikh Hisyam Kabbani (AS), Habib Lutfi bin Ali bin Yahya (Indonesia) KH Said Aqil Siroj (Indonesia), Syeikh Zaid bin Abdurrahman bin Yahya (Yaman), Syeikh Rajab Dieb (Syiria), Syeikh Jibril Fuad (Brunei) dan Syeikh Abdurrahman ar-Rukaini (Sudan).

Organisasi sufi sedunia ini diharapkan dapat memaksimalkan peran kaum sufi, namun format dari organisasi ini baru akan dirumuskan kemudian. Wakil Ketua Umum PBNU, yang juga ketua penyelenggara pertemuan kaum sufi, H. As’ad Said Ali, berharap para ulama sufi dan umat Islam yang tergabung dalam berbagai jamaah tarekat di seluruh dunia bisa menjadi kekuatan besar dalam mewujudkan perdamaian dunia.

Butir deklarasi lainnya dalam Multaqo Sufi terkait peran sufisme dalam mengatasi goncangan moral dunia. Kaum sufi meminta masyarakat senantiasa berzikir untuk memperkaya dimensi spiritual dalam rangka menciptakan kerukunan sosial. “Dengan kembali ke tasawuf ini, diharapkan mampu menciptakan kehidupan harmoni di lingkungan keluarga, masyarakat, negara, dan dunia,” demikian penggalan butir kedua dari Deklarasi Multaqa Sufi.

Kaum sufi dan pemimpin tarekat dunia bertekad akan aktif membangun peradaban dan mengatasi berbagai persoalan modern, terutama dalam menciptakan peradaban dunia, dengan melakukan pembinaan ruhani (tarbiatur ruh) dan penyucian jiwa (tazkiyatun nafs).

Ditegaskan bahwa konflik di dunia Islam dan Timur Tengah khususnya terjadi akibat kekosongan jiwa dan kekeringan spiritual, dan krisis moral. Pemahaman agama yang mendalam serta pengamalan yang penuh terhadap ajaran Islam akan menciptakan tatanan dunia yang tentram seperti diidamkan.

Kaum sufi meyakini bahwa dalam dunia modern saat ini, tasawuf dan thoriqoh semakin besar signifikansinya. Di tengah berbagai krisis yang muncul karena modernitas, tasawuf dan thoriqoh semakin relevan untuk difungsikan sebagai jalan keluar. Manusia modern semakin tercerabut dari akar spiritualitas sehingga terbelenggu oleh pandangan hidup serba materialistik dan terpacu mengejar capaian-capaian kepuasan jasmaniah. Akibatnya, manusia modern cenderung mengabaikan nilai-nilai moralitas, didera kecemasan, kegelisahan dan merasa terasing dari hidupnya sendiri.

Sementara itu, krisis lingkungan dan sumber-sumber kehidupan. Manusia modern yang cenderung tamak dalam mengumpulkan harta kekayaan membuat mereka mengeksploitasi sumber alam secara habis-habisan. Mereka lupa akan keterbatasan sumber daya alam yang hanya mampu memenuhi kebutuhan manusia bukan kerakusan ummat manusia. Spiritualitas tasawuf sangat relevan dengan semangat konservasi sumberdaya alam untuk menghentikan kerusakan lingkungan dan pemanasan global.

Hal terpenting dan menjadi perhatian kaum sufi adalah krisis perdamaian. Hubungan antar negara, antar etnis, antar agama, antar sekte dan antar kelompok kepentingan masih diwarnai ketegangan bahkan kekerasan dan perang. Krisis ini harus segera diakhiri agar kehancuran yang ditimbulkannya tidak semakin besar. Tasawuf dengan semangat spiritualitas dan penghargaan pada nilai-nilai kemanusiaan mampu menembus sekat-sekat sempit untuk menumbuhkan hubungan-hubungan positif antar ummat manusia. Dengan ini tasawuf juga mampu menjadi alternatif corak pemahaman agama yang simbolistik, fanatik, radikal dan kekerasan yang menjadi sumber konflik. Maka tasawuf bisa diandalkan untuk menghambat radikalisme agama dan menjadi aktor utama kampanye perdamaian dunia.

Dunia Islam saat ini masih diganggu oleh konflik antar kelompok dalam lingkaran ummat Islam sendiri. Perpecahan ummat itu disebabkan oleh perbedaan pemahaman, aliran, sekte maupun perbedaan kepentingan politik kekuasaan. Satu kelompok dengan kelompok yang lain masih saling menyalahkan, menuduh sesat, mengkafirkan, bahkan saling mengancam, menyerang, bahkan berperang. Nilai-nilai moral dan kebajikan seperti persatuan, persaudaraan, saling menolong dan toleransi belum sepenuhnya dipraktekkan. Sikap-sikap moderat sebagai ummatan washatan, cara berdakwah dengan hikmah dan dialog dengan santun serta tidak memaksa (tanpa kekerasan) semakin digusur oleh radikalisme dan kekerasan.

Dalam situasi tersebut, tasawuf dan thoriqoh bisa diharapkan menjadi unsur perekat dalam menyatukan ummat Islam dengan berbagai keragaman di dalamnya. Lebih jauh lagi, tasawuf dan thoriqoh diharapkan bisa menjadi motor penggerak sekaligus sebagai teladan dalam menciptakan perdamaian dunia.

Paling tidak, Multaqa Sufi mampu mengikat komitmen bersama dari peserta untuk membentuk “al-Multaqo al-Shufy al-‘Alamy”, yaitu sebuah organisasi dunia yang bertujuan untuk merealisasikan misi dari ajaran tasawuf dan thoriqoh yang damai, toleran dan egaliter sebagai tindak lanjut acara Multaqo Sufi sebelumnya di Tripoli pada Februari 2011.



Referensi:
Naqshbandi.org
Naqshbandi.net 
Staff Islamic Supreme Council of America
LAKPESDAM PBNU, Pertemuan Kaum Sufi se-Dunia Pada 15-16 Juli 2011


Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Mistikus Blog dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:




Anda sedang membaca Pertemuan Kaum Sufi se-Dunia Pada 15-16 Juli 2011 | Silahkan Like & Follow :
| | LIKE, SHARE, SUBSCRIBE Mistikus Channel
| Kajian Sufi / Tasawuf melalui Ensiklopedia Sufi Nusantara, klik: SUFIPEDIA.Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Instagram | Facebook.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top